Selasa, 25 September 2018

Millennials.. Jika Kamu dapat Membantu 10 atau bahkan 100 Keluarga Sekaligus, Kenapa Harus Memilih Satu? Mari Cegah Stunting dari Sekarang!



Bismillah...

Millennials, itulah sebutan bagi mereka generasi yang lahir di antara tahun 1980-2000 dan lebih dari itu, generasi dimana teknologi sudah menjadi rutinitas dan santapan sehari-hari. Mereka mengakui bahwa millennials adalah generasi yang serba up to date dalam berbagai hal baik dari segi informasi maupun trend-trend yang sedang menjamur di kalangan anak muda. Namun sayangnya, banyak yang tidak up to date bahkan tidak mengetahui sama sekali mengenai hal-hal yang berhubungan dengan kesehatan khususnya stunting.

Millennials, pasti dari kalian banyak yang belum mengetahui apa itu stunting dan apa bahaya yang ditimbulkan dari stunting. Oleh karena itu, Kementrian Kesehatan RI telah memfokuskan target kesehatan yang harus dicapai pada tahun 2019 salah satunya yakni dengan adanya penurunan angka stunting di Indonesia.

Sebelumnya mari kita kenali terlebih dahulu apa itu stunting?


Diambil dari The Journal of Nutrition Issues and Opinions dengan judul "Use and Misuse of Stunting as a Measure of Child Health" oleh Perumal, dkk (2018)

Istilah "stunting" pada awalnya diciptakan oleh Waterlow sebagai salah satu indikator untuk mengklasifikasikan keparahan malnutrisi (kekurangan energi dan protein) dengan pertumbuhan yang terhambat. Dalam makalah aslinya, Waterlow membedakan gangguan pertumbuhan dan stunting dari apa yang dilihatnya sebagai ukuran langsung dari status gizi pada anak-anak. Waterlow kemudian menyiratkan bahwa "kegagalan pertumbuhan gizi" dan "stunting" adalah sinonim, sehingga memposisikan stunting sebagai bentuk kekurangan gizi.

Jadi, dapat diartikan bahwa 

"Stunting adalah masalah gizi menahun (kronis) pada anak, dikarenakan asupan makanan yang masuk tidak sesuai dengan kebutuhan gizi tubuh, baik karena asupan yang tidak cukup maupun karena penyakit infeksi sehingga mengganggu pertumbuhan fisik dan otaknya. Stunting dikenal dengan ciri tubuh pendek atau sangat pendek akibat terjadinya kegagalan dalam pertumbuhan. Namun, stunting bukan semata masalah tinggi badan, tetapi stunting merupakan salah satu tanda terjadinya masalah lain dalam tubuh yang berakibat pada turunnya kecerdasan dan risiko terjadinya penyakit kronis"

Banyak yang tidak menyadari bahwa sebetulnya tubuh yang pendek atau sangat pendek adalah sebuah hal yang cukup menyedihkan. Pasalnya, setiap orang memiliki potensi untuk memiliki tinggi badan yang proporsional disamping karena genetik dari kedua orang tuanya, namun hal lain yang berhubungan langsung dengan pertumbuhan tulang yang optimal itu yakni dikarenakan dari pemenuhan asupan nutrisi

Disampaikan pada tahun 2010, oleh sekjen PBB yang diikuti oleh 56 negara termasuk Indonesia, mengapa fokus pada stunting? karena akibatnya yang permanen dan berjangka panjang, dapat menurunkan kualitas SDM. Dalam Global Nutrition Report 2016 Indonesia menduduki rangking 108 dari 132 negara yang memiliki angka stunting dengan prevalensi yang cukup tinggi yakni sebanyak 36,4%. Sementara data Riskesdas 2013 menunjukkan prevalensi anak stunting di Indonesia sebesar 37,2%. Artinya 3-4 dari 10 balita mengalami stunting. Data terbaru PSG (2016) menunjukkan prevalensi balita stunting sebesar 27,5% atau 1 dari 3 balita di Indonesia mengalami stunting.




Ketika saya berkunjung ke salah satu sekolah yang berada di daerah Bandung (20/9/18) untuk membantu melakukan pengambilan data penelitian mengenai remaja kegemukan, hal yang membuat hati saya sedih adalah ketika saya melakukan intervensi penyuluhan di dalam kelas, terdapat seorang remaja putri yang mengalami stunting. Saat dilakukan pengukuran tinggi badan, tinggi beliau hanya sekitar 122 cm, sedangkan temannya memiliki tinggi badan sekitar 158 cm. Setelah ditanya, beliau mengatakan bahwa hal tersebut dikarenakan tubuhnya yang mengalami kegagalan pertumbuhan tulang.

Millennials, tidakkah hal tersebut membuat hati kalian teriris? Di saat kalian dapati anak remaja dengan usia yang sama, namun mereka memiliki perbedaan tinggi badan yang jauh berbeda. Jika saat itu sampel berusia sekitar 13 tahun memiliki tinggi badan sekitar 122 cm, seharusnya standar tinggi badan untuk usia 12-15 tahun menurut standar pertumbuhan dalam AKG tahun 2013 adalah 145-155 cm.

Sejak dahulu, permasalahan tinggi badan memang cukup membuat saya bertanya-tanya. Pasalnya, berdasarkan pengalaman yang pernah saya alami ketika saya menginjak SMP, saya memiliki kerabat dekat dengan badan yang cukup mungil. Beliau sempat memberi nasihat pada saya bahwa jangan sampai saya mencari pasangan yang bertubuh lebih pendek dari saya. Saat itu saya bertanya apa alasan dibalik nasihat tersebut. Kemudian beliau menjawab 

"Iya soalnya kalau perempuan nikah dengan laki-laki yang lebih pendek dari dia, nanti anaknya pendek kaya aku" ujar beliau sambil tertawa.

Itu merupakan jawaban yang sangat tidak logis -_- haha. Namun dari situ saya mulai penasaran karena saya memiliki saudara dengan kasus yang sama seperti beliau, namun saya lihat saudara saya memiliki tinggi badan yang proporsional. Kemudian yang membuat saya penasaran kembali adalah saya memiliki adik dengan tinggi badan yang sangat tinggi di usianya yang masih sangat muda. Sampai akhirnya semua pertanyaan dan rasa penasaran saya selama ini terjawab ketika saya masuk Jurusan Gizi. Pada akhirnya saya memahami bahwa pertumbuhan anak sangat dipengaruhi sekali oleh asupan gizi yang optimal. Setelah saya ingat-ingat kembali ternyata dahulu ketika ibu saya hamil adik saya, ibu saya sempat mengidam susu murni. Jadi saat saya kecil, hampir setiap hari saya diminta ibu untuk membelikan susu murni, sehingga hampir setiap hari pula ibu saya meminumnya. Sampai akhirnya saya sadar mengapa adik saya sangat tinggi untuk diusianya yang masih sangat muda karena susu tinggi akan kalsium (Ca), yakni salah satu mikromineral yang sangat baik untuk pertumbuhan tulang dan gigi.

Jadi jika ada yang bertanya mengapa tinggi badan anak saya pendek? Apakah karena keturunan? Saya rasa sepertinya pemaparan tersebut kurang tepat walau mungkin pengaruh genetik itupun ada namun, dosen saya pernah mengatakan bahwa faktor genetik itu hanya sedikit sekali mempengaruhi tinggi badan, yakni hanya sekitar 3-5%. Sisanya yang berperan banyak dalam pertumbuhan tinggi badan anak itu adalah asupan gizi.

Dalam mediaindonesia.com yang ditulis oleh Octaviyani (2017), Dirjen Kesehatan Masyarakat Kemenkes , Anung Sugihantono, dalam diskusi Gerakan Masyarakat Sehat, di Jakarta, Minggu (17/9) mengatakan bahwa "Anak stunting penyebab utamanya asupan gizi. Tidak ada satu pun penelitian yang mengatakan keturunan memegang faktor yang lebih penting dari gizi dalam hal pertumbuhan fisik anak".

Nah millennials, jadi kalau saya bisa ambil garis besar dari permasalah stunting, intinya stunting itu disebabkan oleh asupan nutrisi yang tidak optimal dan penyakit infeksi pada anak karena pada anak, mudah sekali terkena pilek, batuk dan panas.

Oleh karena itu, saya mengajak teman-teman, para generasi millennial untuk peduli dan berpartisipasi dalam mendukung program Kementrian Kesehatan RI untuk meningkatkan kualitas SDM Negara Indonesia dengan berupaya menurunkan angka stunting pada tahun 2019 di Negara Indonesia. Dengan cara apa???

Dengan cara....

"Mencegah Stunting dengan Mengoptimalisasi Gizi"

www.sehatnegeriku.kemkes.go.id

Penjelasan ini saya khususkan bagi ibu dan calon ibu, nanti bisa baca referensi buku-buku dan artikel yang saya cantumkan di akhir artikel saya.

Waktu terbaik untuk mencegah stunting adalah dimulai dari masa janin dalam kandungan hingga anak usia 2 tahun karena, pada masa ini terjadi pertumbuhan yang sangat cepat "growth spurt". jika kita analogikan dengan sebuah buku, sebuah buku dikatakan sebagai jendela dunia atau "Windows of The World" karena jika ingin mengetahui dunia lebih luas lagi perlu sekali untuk membaca buku karena buku adalah salah satu wasilah atau perantara untuk menambah wawasan dan ilmu pengetahuan. Begitupun masa janin dalam kandungan hingga anak usia 2 tahun atau disebut sebagai 1000 Hari Pertama Kehidupan (1000 HPK) merupakan "Windows of Opportunity" atau jendela kesempatan, yakni merupakan kesempatan ibu untuk memberikan perhatian khusus pada anak untuk dapat tumbuh optimal karena pada periode 1000 HPK disebut sebagai "golden period" atau periode emas untuk mengalami pertumbuhan. Kekurangan gizi pada awal kehidupan akan mengakibatkan "growth faltering" yakni gagal tumbuh atau stunting. Pada masa ini juga anak mengalami perkembangan otak yang cukup pesat yakni hingga anak berusia lima tahun. Maka dari itu stunting seringkali dihubungkan dengan turunnya kecerdasan

Nah millennials, sudah tahukan bahwa gizi benar-benar sangat berperan penting dalam pertumbuhan anak? Maka dari itu, saya menulis artikel ini dalam upaya pencegahan stunting sebagai bentuk rasa peduli saya terhadap masalah gizi yang sedang dialami oleh Negara Indonesia.

Gizi seimbang ini bukan saja melihat dari segi kualitas dan keberagaman namun juga perlu diperhatikan dari segi kuantitasnya. Untuk ibu-ibu hamil, saya sarankan untuk sering berkonsultasi dengan ahli gizi mengenai pemenuhan nutrisi ibu selama kehamilan karena, ada banyak hal yang harus diperhatikan oleh ibu selama kehamilan seperti kadar Hb ibu, pola makan ibu, aktifitas fisik ibu, berat badan ibu, dan banyak lagi. Kemudian, setelah ibu melahirkan, ibu harus memperhatikan pula bahwa anak ibu yang baru saja lahir, baiknya untuk melakukan IMD atau Inisiasi Menyusui Dini. That's very important i say because unrealized, their can create communication and interaction between mom and baby. Ketika IMD, tanpa disadari akan terjalin interaksi antara ibu dan anak. Bisa berbentuk senyuman ibu pada sang bayi, kemudian bisa berbentuk sebuah do'a yang ibu panjatkan untuk sang bayi. I can imagine how a sweet momment in this situation. Jangan lupa untuk memberikan kolostrum pada sang bayi karena kolostrum mengandung banyak zat gizi yang baik untuk meningkatkan sistem imun bayi, mengingat daya tahan tubuh bayi baru lahir belum sempurna, maka diperlukan kolostrum untuk meningkatkan imunitas tubuh bayi disamping zat gizi lain yang juga diperlukan bayi bernama immunoglobulin yang terdapat dalam ASI. Kemudian setelah itu, perlu diperhatikan dan disadari kembali bahwa the best feeding untuk bayi yang baru lahir adalah mengkonsumsi ASI Ekslusif. Apa itu ASI Ekslusif?? ASI Ekslusif adalah mengkonsumsi ASI saja TANPA tambahan air putih, susu formula, air teh, sari buah, dan cairan-cairan lainnya APALAGI MAKANAN sampai usia bayi 6 bulan karena, qadarullah Allah sudah ciptakan ASI sebagai makanan terbaik bagi bayi karena dari beberapa teori yang saya baca bahwa kandungan ASI semakin lama komposisinya mengikuti kebutuhan bayi, mengingat lambung bayi yang masih sangat kecil, jadi belum tentu juga dikasih makanan sekehendak kita, karena bisa jadi makanan tersebut tidak cocok dengan lambung bayi nanti jatuhnya bayi akan diare :(

Jadi, anak baru bisa diberi MP ASI itu saat usia bayi 6 bulan keatas ya millennials. Setelah itu balita bisa diberi makanan yang bergizi seimbang seperti gambar yang terlampir diatas. Gizi seimbang adalah asupan gizi yang masuk dalam tubuh sesuai dengan kebutuhan tubuh. it means tidak kelebihan dan tidak kekurangan. Literally, gizi seimbang itu selain memperhatikan kualitas, kuantitas, dan keberagaman, perlu juga diperhatikan sanitasinya ya millennials, karena masa balita adalah masa pertumbuhan, maka upayakan anak untuk senantiasa diberikan makan-makanan yang bergizi seimbang yang mengandung triguna zat gizi makanan yaitu :


1. Zat Energi (Sumber KH dan Lemak)
Sebagai zat penghasil tenaga untuk melakukan aktivitas sehari-hari. Seperti nasi, roti, kentang, ubi, singkong, mie, dll).

2. Zat Pembangun (Sumber Protein)
Sebagai zat yang berperan penting dalam pertumbuhan. Seperti ikan, telur, daging ayam, daging sapi, susu, tahu, tempe, dll).

3. Zat Pengatur (Sumber Vitamin dan Mineral)
Sebagai zat yang mengatur fungsi tubuh. Seperti sayur dan buah.

Nah millennials, sudah mengertikan tentang stunting? Sudah mengerti jugakan dengan gizi seimbang? Siapapun kalian, kalian berhak untuk peduli terhadap masalah stunting ini karena mereka membutuhkan kalian. Seperti pepatah dari Bapa Ir. Soekarno yang sering saya catat dalam catatan motivasi saya (hehe) bahwa 

"Seribu orang tua dapat bermimpi, tapi seorang pemuda dapat mengubah dunia"

Jika kamu dapat membantu 10 atau bahkan 100 keluarga sekaligus, kenapa harus memilih satu? Mari cegah stunting dari sekarang! Dengan cara apa?? Dengan cara membagikan informasi ini sebanyak-banyaknya kepada ibu yang ada dirumah, kepada kerabat dekat, kepada orang-orang yang kalian sayangi, and many peoples around you, karena teknologi ibarat 2 sisi mata uang. Dia bisa bernilai manfaat jika digunakan untuk hal-hal positif, tapi sebaliknya dia tidak akan bernilai sama sekali jika hanya digunakan untuk hal-hal negatif.

Seperti nasihat guru bahasa inggris saya ketika SMA

"When you cut your hands with the knife, who would you be blamed? Your knife or you?"

"Ketika kamu melukai tanganmu dengan pisau, siapa yang akan kau salahkan? Pisau yang kamu pegang ataukah dirimu sendiri?

Ya kalian adalah penggerak, kalian adalah pengendali, you as a contoller!

Maka dari itu MARI CEGAH STUNTING DARI SEKARANG! KARENA INDONESIA SEHAT MELALUI PENCEGAHAN STUNTING!


Jika bukan kalian, siapa lagi?
Jika bukan saat ini, kapan lagi?


Wallahu'alam bis shawab

Mohon maaf jika adalah salah kata dan kekeliruan..

Nasihat diatas ditujukan juga kepada penulis sendiri mengingat penulis pun masih dalam tahap proses belajar..

Akhir kata wassalamu'alaikum warrahmatullahi wabarakatuh

Semoga artikel ini dapat bermanfaat :)

Identitas Penulis :
Riska Nurpratiwi, Amd. Gz
Alumni Mahasiswa Politeknik Kesehatan Kemenkes Bandung Jurusan Gizi

Konten tulisan :
Pencegahan Stunting dengan Optimalisasi Gizi

References :

1. Rokom. 2018. Sehat Negeriku! Sehatlah Bangsaku. Dikutip dari http://sehatnegeriku.kemkes.go.id 23 Sepetember 2018.

2. Jalal, Fasli. 2018. Makalah Utama Bidang 4 Widyakarya Nasional Pangan dan Gizi XI. Intervensi Komunikasi Perubahan Perilaku untuk Pencegahan Stunting.

3. Kementrian Kesehatan Republik Indonesia. 2013. Riset Kesehatan Dasar Riskesdas 2013. Jakarta : Bidan Penelitian dan Pengembangan Kesehatan Kementrian Kesehatan RI.

4. Direktoral Jenderal Kesehatan Masyarakat, Kementrian Kesehatan, Republik Indonesia (2017). Hasil Pemantauan Status Gizi (PSG) dan Penjelasannya Tahun 2016. Jakarta : Direktorat Gizi Masyarakat.

5. AKG. 2013. Permenkes RI No. 75 tahun 2013 tentang Angka Kecukupan Gizi yang dianjurkan bagi Bangsa Indonesia. Menteri Kesehatan RI, Jakarta.

6. Perumal, Nandita, dkk. 2018. Use and Misuse of Stunting as a Measure of Child Health. Dalam The Journal of Nutrition Issues and Opinions. Hal 312.

7. Susilowati & Kuspriyanto. 2016. Gizi dalam Daur Kehidupan. Bandung : PT Refika Aditama.

8. Global Nutrition Report 2016.

9. Puspita, Widya. 2018. Bahaya Stunting yang mengancam masa depan Indoensia. Dikutip dari https://www.idntimes.com/health/fitness/widya-puspitasari/bahaya-stunting-yang-mengancam-masa-depan-indonesia-c1c2/full 23 September 2018.

10. Octaviyani, Putri Rosmalia. 2017. Stunting bukan karena keturunan. Dikutip dari https://www.idntimes.com/health/fitness/widya-puspitasari/bahaya-stunting-yang-mengancam-masa-depan-indonesia-c1c2/full 23 September 2018.

11. Anonim. 2017. Siapa itu Generasi Millennial? Dikutip dari http://rumahmillennials.com/siapa-itu-generasi-millenials/#.W6ZFZdczZ0s 23 September 2018.